Kabut pekat menyimpan segenggam butir
Pasir, menebar di pelupuk
Mata, terbutakan sepi yang mencongkel kebebalan akal
Ku, tak luput
Kau, menantikan hujan mengenang dan menenggelamkan dahaga
Kita, terdiam dalam sapuan gelombang
Menanti, kau atau aku yang akan terapung
Tak berdaya, angan menerawang masing – masing
Kita
Slawi, 19 Mei 2008
Pasir, menebar di pelupuk
Mata, terbutakan sepi yang mencongkel kebebalan akal
Ku, tak luput
Kau, menantikan hujan mengenang dan menenggelamkan dahaga
Kita, terdiam dalam sapuan gelombang
Menanti, kau atau aku yang akan terapung
Tak berdaya, angan menerawang masing – masing
Kita
Slawi, 19 Mei 2008
sedikit bingung dan sedang coba mencerna >.<
ReplyDeletekayak judul lagu judul postingan mu hehehe :)
ReplyDeletemenanti paling nggak suka dalam hidupku, apalagi menanti yang nggak pasti...
ReplyDeletepuisinya keren bro..
Ini termasuk puisi juga kan gan?
ReplyDeleteku,
ReplyDeletekau,
kita,
Dulu, puisi mas, bernuansa sepi...kedinginan saya bacanya :)
ReplyDeleteTapi tetap indah...
wiw berkunjung hihihi bahasanya membingungkan ya ;p semangat semangat.
ReplyDeleteSaat seperti itu
ReplyDeleteKelak, Aku hanya ingin sama-sama terapung
Meski penantian itu tak pernah usai
Seperti sajak yang tertulis di pasir pantai
Tak pernah selesai
Sebab ombak selalu datang untuk menghapus
wuiihh.. kereenn puisinya ^^
ReplyDeletesaling menanti...
entah kau atau aku yang kan beranjak tuk meraih mimpi..
mimpi kita...
saling menanti dan menanti...
ReplyDeletetak kan pernah berujung...
terapung, karena tak satupun yang datang menjemput...
wekz puisinya
ReplyDeletehem... butuh membaca berulang-ulang nih mas biar semakin paham...
ReplyDelete