'Bahasa Jawa' (Bukan Lagi) Bahasa Ibu? - Sukadi.net

March 8, 2013

'Bahasa Jawa' (Bukan Lagi) Bahasa Ibu?

m.kaskus.co.id
Sore itu dari rumah sebelah saya mendengarkan seorang ibu yang ditanya oleh anaknya yang sekolah di bangku SD, jelas terdengar apa yang menjadi topik dari ibu dan anaknya tersebut adalah mengenai pelajaran Bahasa Jawa. Anak yang dalam kesehariannya diajari dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tersebut harus menerima kenyataan kalau dia kesulitan mengerjakan pelajaran Bahasa Jawa.

Sangat mudah saya menemukan di sekeliling saya orang tua yang membiasakan anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak ada yang salah memang, apapun yang diajarkan orang tua terhadap anaknya mungkin itu dianggap yang terbaik untuk anak tersebut, termasuk dalam penggunaan bahasa. Wajar pula bila seorang murid merasa kesulitan dalam mengerjakan atau menerima pelajaran di sekolah. Namun nampaknya ada yang perlu dibiasakan, anak-anak tak lagi memahami bahasa nenek moyang mereka, bahasa ibu. 

Bahasa ibu (bahasa asli, bahasa pertama; secara harafiah mother tongue dalam bahasa Inggris) adalah bahasa pertama yang dipelajari oleh seseorang. Dan orangnya disebut penutur asli dari bahasa tersebut. Biasanya seorang anak belajar dasar-dasar bahasa pertama mereka dari keluarga mereka. Wikipedia

Dulu saya pernah kepikiran bahwa anak saya akan saya ajari berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, biar tidak ketinggalan dan tidak "malu" saat berkomunikasi dengan teman sekolahnya. Tapi saya urungkan, saya merasa lebih puas kalau anak saya bisa berbahasa Jawa, seperti saya, dan juga ibunya. Meski kemampuan berbahasa jawa saya masih buruk, tapi minimal anak saya tahu kalau dia adalah orang jawa. Bahasa ibu, mungkin demikian yang ingin saya tegaskan, dimana saat ini anak saya berbahasa Jawa seperti logat saya (Klaten), atau ngapak (Purbalingga) sebagaimana ibunya.

Jangan salah artikan tentang penggunaan istilah 'Bahasa Jawa' dalam penyampaian saya, yang saya maksud bukanlah Jawa dalam arti yang sempit, ini hanya sebuah istilah, tidak melulu Jawa Surakarta, Yogyakarta, atau yang lainnya, namun Jawa dalam artian luas, bahasa daerah. Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan masih banyak bahasa daerah lainnya yang saat ini (mungkin) "terancam" keberadaannya.

Pada tanggal 17 November 1999 UNESCO menyatakan bahwa tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Hari Bahasa Ibu Internasional berasal dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh. Tentu saja hal ini turut mempertegas bahwa betapa pentingnya bahasa ibu untuk dilestarikan, karena seperti yang saya ketahui, sudah ada beberapa bahasa yang sudah punah.

Apakah nanti dalam sepuluh, dua puluh, atau berpuluh tahun kedepan bahasa daerah yang lazim disebut sebagai bahasa ibu masih bertahan?. Saya kuatir dan cenderung takut seandianya nanti dalam sepuluh, duapuluh, atau berpuluh tahun yang akan datang bahasa daerah yang selama ini menjadi ciri kebesaran dan perjalanan peradaban sebuah bangsa akan punah menghilang. 

Saya berharap masih banyak orang tua yang mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anak mereka, tanpa mengecilkan peran bahasa Indonesia, tapi sendi-sendi keberagaman haru tetap kokoh, berakar dari lestarinya bahasa daerah. Kita mengakui bahwa bahasa persatuan kita adalah bahasa Indonesia, sebagaimana telah ditegaskan dalam Sumpah Pemuda. Namun jangan lupakan pula bahwa dalam Sumpah Pemuda juga ditegaskan, berbangsa satu Bangsa Indonesia, yang artinya bahwa sejatinya memang kita terbagi dalam bermacam suku dan bahasa namun dalam satu kesatuan Indonesia. 

Bagikan artikel ini

10 comments

  1. Saya juga takut bahasa-bahas adaerah akan musnah pak. oh iya pak... di bahasa ibu kemaren aku juga membuat tulisan tapi gak atas nama pribadi. Atas nama salah satu akun twitter, dapat njenengan simak di sini: http://kultwet.in/topik/25.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga saja ketakutan Pak Eko tidak terjadi.

      Delete
  2. Anak saya pastinya masih pakai Bahasa Jawa kalau berkomunikasi, apalagi kalau di rumah...
    Saya sendiri juga demikian, bahkan hampir 100%, krn kebetulan lingkungan kerja juga pakai bahasa Jawa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin sebuah kebetulan, Pak. Saat ini sudah banyak orang yang mulai meninggalkan bahasa ibu, terutama generasi sekarang. Semoga saja masih banyak orang yang melestarikan bahasa ibu.

      Delete
  3. semestinya memang begitu mas, kita dulu waktu kecil secara alami diajar orang tua dengan bahasa jawa sebagai bahasa ibu, walaupun begitu pada kenyataannya kita lebih bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena memang itu kebutuhan, demikian juga dengan bahasa lainnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua memang penting, dan menurut saya semua ada tempatnya masing-masing. Tak perlu meninggalkan satu dan lainnya, semua hanya perlu beriringan dalam menggunakannya.

      Delete
  4. Saya juga orng jawa yang gak bisa basa jawa (kromoinggil dengan baik). Mengajari anak dengan kromo inggil juga sepenggal2 sepanjang pengetahuan saya mas, dan paling tidak (selama hidup dijawa) jika orang tuanya mengajari bahasa jawa di luar rumah, orang lainpun akan mengajarinya secara otomatis (misal: bertanya dg basa jawa, menjawab dg basa jawa, dll).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Minimal bisa bahasa ibu, Mas. Ngapak itu juga bagian dari bahasa jawa, hanya saja masing-masing wilayah tentunya punya ciri bahasa yang berbeda-beda, yang penting tidak meninggalkan bahasa daerah masing-masing. :)

      Delete
  5. benar sekali yang di bilang disini... kelak saya akan mengajari anak saya bahasa daerah...

    ReplyDelete
  6. Kayanya emang makin ditiadakan kang bahasa Ibu, dulu waktu aku sekolah yg tinggal di jawa barat ada pelajaran Basa Sunda, di Jawa Tengah ada bahasa jawa... sekarang sampe agama sama PKN aja katanya mau dihapus.. lama2 cuma tinggal matematika kali nih... mbuh kang pemerintah maunya gimana, tp klo aku sehari2 dirumah malah tetep pake bahasa jawa sama ibu haha...

    Baru tau ada Hari Bahasa Ibu Internasional :)

    ReplyDelete