Perempuan Itu Ingin Bercerai - Sukadi.net

February 14, 2014

Perempuan Itu Ingin Bercerai

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. [Wikipedia]

*****

Aku mengenal perempuan itu beberapa tahun yang lalu, bisa jadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Soal waktu tak begitu aku mengingat tepatnya, yang jelas aku tahu sejak sama-sama masih kecil, meski kenal secara ikatan perkenalan semenjak aku menginjak bangku sekolah menengah, menjelang akhir tahun 90-an. Tak penting, barangkali kapan waktu kami saling mengenal tak begitu penting untuk diperdebatkan.
Perempuan Itu Ingin Bercerai
Perceraian / sumber: www.duniavirtual.com
Untuk sekedar mengenalnya butuh strategi khusus, meski dengan kepura-puraan, dari kakaknya yang aku kenal maka kukatakan kalau aku tahu dia dari kakaknya itu. Semua berjalan begitu saja, dari sekedar basa-basi hingga saling berkabar lewat surat-surat yang saling kami kirim, sebegitunya karena fasilitas itulah yang memungkinkan karena belum menjamurnya teknologi seperti sekarang ini.

Dalam kesempatan tertentu ku sempatkan untuk sekedar membarenginya saat berangkat sekolah, kebetulan hanya saat libur aku bisa pulang ke rumah. Singkatnya, kami bisa dekat, tapi tetap dalam batas-batas pertemanan. Yang masih melekat dalam ingatan sampai sekarang adalah sekuntum mawar yang sempat kuberikan untuknya. Sekuntum kembang yang merekatkan tautan hati, kira-kira begitu perasaanku.

Hingga akhirnya tangis itupun pecah, ya, suatu siang didekat rumahnya dia menangis, bukan karena tersakiti secara fisik, bukan pula karena kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup, tapi karena kejujuran. Rupanya dia tak bisa menerima kejujuranku saat kujelaskan soal kepura-puraanku untuk mengenal dan mendekati dia. Padahal niatku baik, sekedar menjelaskan agar perjalanan terasa lebih "halal", tanpa ada yang perlu sembunyi atau disembunyikan.

Tak jadi apa, berarti benar apa yang kujelaskan ternyata tidak bisa diterimanya, berarti ada yang salah dengan caraku. Apapun itu, semua sudah terlanjur, toh nyatanya aku memang salah.

Dalam perjalanan waktu, kami masih saja berkomunikasi, dia sibuk dalam kehidupannya, demikian juga dengan diriku yang juga sibuk dengan kehidupanku. Sesekali surat-menyurat masih terjadi, dia kuliah di Yogyakarta, sedangkan aku di Solo. Masih ada bekas-bekas perasaan yang tersirat dalam tulisan-tulisannya, namun tetap saja aku tak berani mengatakan kalau cinta masih ada, hanya sebatas kira-kira.

Hingga akhirnya suatu hari kuterima undangan darinya, dia akan menikah. Dia menerima pinangan laki-laki teman kuliahnya. Mungkin sampai disini cerita itu, dia dalam kehidupannya, aku dalam perjalananku, begitulah.

Suatu ketika sempat ku SMS dia untuk sekedar bersilaturahmi, namun sepertinya di tidak ada respon, padahal tak ada niatan buruk, aku hanya ingin menjaga tali silaturahmi. Tak mengapa, aku harus tetap berbaik sangka, bagaimanapun juga tak ada kewajiban untuk mengharuskannya membalas SMS ku.

Hanya sebuah kebetulan barangkali, saat kami dipertemukan kembali lewat facebook, jejaring sosial yang sudah begitu banyak orang yang kurang menyukainya. Biasa, semua biasa saja, teman lama yang bertemu kembali, apalagi kami sudah punya rumah tangga sendiri-sendiri.

Namun dalam candaan sesekali terlontar kejujuran masa lalu, soal hati, soal rasa yang sempat ditutup-tutupi, soal apa saja, termasuk soal jatuh cinta yang tak sempat terlabuhkan. Lebih nyaman rasanya, ternyata benar, sedikit banyak aku mengerti alasan kenapa banyak yang tidak menyukai facebook, tanpa bertatap muka langsung, orang lebih mudah mengungkapkan apa yang dulunya tabu untuk dinyatakan. Untungnya, aku tak terbujuk sampai kesitu, aku masih normal dan memiliki akal sehat.

Hingga akhirnya tiba pada satu ketika dimana keluh-kesah meluncur dari dirinya. Dia ingin bercerai!. Biuuuhhh...!! Terkejut aku mendengar pertanyaannya, dia bertanya seputar prosedur perceraian. Aku mencoba untuk tetap biasa, aku tak ingin menambah berat perasaannya, aku tak ingin larut dalam permasalahan rumah tangganya, karena aku menduga pasti ada masalah berat antara dia dan suaminya.

*****

Setelah sekian waktu, dia berkabar kepadaku, dia tak jadi bercerai, bertahan dengan perasaan seadanya, demi cintanya kepada anak-anak dan keluarganya. Itu lebih baik, batinku.

Bagikan artikel ini

3 comments

  1. harus semagat brow... okey

    ReplyDelete
  2. hidup memang ujian dan cobaan, pasti ada jalan. Apalagi kalau ingat pesan pak SBY, "Selalu ada pilihan"

    ReplyDelete
  3. aku kangen mama, mama pisah sama papa sudah lama:'(((((((((

    ReplyDelete