Anak-Anak Itu Tidak Sekolah
Seorang bocah terdiam, dengan pakaian lusuh dia menatap kearah anak-anak yang sedang bermain riang di sebuah sekolahan. Tangannya terlihat lelah, karung yang berisi kardus, kertas, dan botol minuman diletakkannya ditanah. Perlahan dia mendekat ke pagar sekolah itu, dengan wajah kusut, nampak sesekali dia turut tersenyum melihat polah anak-anak sebayanya itu.
Ya, anak itu adalah seorang pemulung dari anak seorang pemulung juga. Dia tak bisa melanjutkan sekolah, dia hanya sampai dikelas dua sekolah dasar, karena tak punya biaya akhirnya dia tak bisa melajutkan pendidikannya. Dia harus menerima kenyataan, dia sudah harus bergelut dengan kerasnya hidup, dia harus memeras tenaga dan otak untuk sekedar mencari barang bekas untuk menyambung hidup, dia harus rela kehilangan masa kanak-kanaknya.
Belum selesai dia menikmati suasana sekolah, tiba-tiba bel berbunyi, anak-anak itu harus kembali masuk keruang kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Anak itu nampak kecewa, dia melangkahkan kaki untuk kembali mencari barang-barang bekas. Nampak didepan sekolah itu terpampang sebuah baliho besar, nampak jelas terbaca, 'bebas biaya SPP'. Tapi iklan itu tak bermanfaat bagi anak tersebut, sedangkan untuk sekolah, buat makan saja kadang tak teratur.
Dalam langkahnya, anak itu mengambil secarik kertas yang ada disebuah tong sampah, sebuah sobekan UUD 45 hasil amandemen, tepatnya pasal 31 yang tertulis dalam kertas itu. Meski hanya sampai kelas dua SD, namun dia sudah bisa membaca meski sedikit terbata, seperti biasanya, dia sering membaca koran bekas atau tulisan apa saja yang dia dapatkan, termasuk sobekan UUD 45 yang dia peroleh dari tong sampah itu:
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Selesai membacanya, sobekan kertas tersebut dimasukkan kedalam karung yang dia sandang di bahunya. Dia sudah tak lagi peduli dengan apapun, baginya sekolah hanya sebuah harapan, meski dia tak berhenti berharap, namun dia juga realistis bahwasannya pendidikan hanya untuk mereka yang mampu dan punya uang, dia menganggap tulisan yang baru saja dia baca hanyalah sebuah tulisan, tak lebih.
*****
Selamat Hari Pendidikan Nasional
*****
17 comments for "Anak-Anak Itu Tidak Sekolah"
Nuwun, Kang :)
kalau baca ttg biaya sekolah yg melambung tinggi di sana, jadi ngenes :(
blom ada masa depan di indonesia.. Masih banyak pengguran :)
Salam blogger gan :D
pendidikan di Indonesia kini tidak sesuai lagi dengan UUD 45 yang disebutkan di atas, tapi masih sesuai dengan "UUD" (ujung-ujungnya duit)...
terima kasih telah berbagi mas
Kunjungan pertama... :)