Kutulis Lagi Surat Untukmu - Sukadi.net

April 10, 2016

Kutulis Lagi Surat Untukmu

Sudah tertidur, kah?. Pertanyaan yang aneh, jam 01.30 WIB dini hari masih tanya tidur, belum. Eh, siapa tahu kamu memang belum tidur, nyatanya jam segini aku juga masih terjaga. Iya, aku masih menulis lagi surat untukmu, setelah kemarin kusampaikan suratku yang telah kau baca. Rindu saja, menulis adalah menterjemahkan perasaan, makanya bila dirasa tak kasat mata, bila kutuliskan minimal bisa terbaca.

Kira-kira kata apa yang ingin kamu baca?, aku masih menyimpan banyak kata, lho, untukmu. Iya, kamu, perempuan yang sampai kini masih disudut yang sama. Aku tahu kamu berpura-pura, ketika habis baca suratku kemarin, kau tanya dimana tempatmu berada, itu gurauan yang tidak lucu. Bila ombak menyapu bibir pantai, tetap saja masih ada gurat-gurat di muka pasirnya. Iya, kan?.
Heart / source: freedigitalphotos.net
Harus dengan teka-teki kunyatakan kata demi kata. Bukan apa-apa, kalau terlalu mudah ditebak nanti kesannya merendahkan usia, ini hanya mengenang masa lalu saja. Tapi aku yakin kamu juga tahu maksudnya.

Dalam dimensi berbeda kita rasakan penyesalan, wajar, sih. Karena memang tidak mudah menghapus kenangan, tapi aku yakin kita sudah sama dewasa, hanya memang kita masih perlu banyak belajar untuk menghargai diri kita masing-masing. Waktu tak bakal bisa kembali, sedetik saja tidak bisa. Ada kesia-siaan bila kita terus-terusan terlarut, meskipun tak selalu bisa kita mengingkari perasaan.

Sudah, sudah. Nikmati saja perasaan, yang penting bisa kita letakkan rasa pada tempat yang seharusnya. Gurauan-gurauan masa lalu hanyalah sekedar bumbu, kemesraan pada waktu yang telah menghadirkan kenangan-kenangan. Kita sudah berpegang pada tali yang kuat, tak akan terbawa arus meski datang hempasan yang begitu kuatnya.

Eh, sudah mau pagi rupanya, aku terlalu asik bergurau dengan kata-kata, terlalu banyak batasan, tak semua kata layak kutuliskan. Bukan apa-apa, kadang rasa tak tepat dengan kata-kata. Rasa hanya dirasa, kata hanya dibaca, nikmati saja dimensi rasa dalam kata demi kata. Kita sudah punya pegangan yang kuat untuk tak larut, dan menikmati masa lalu dengan canda demi canda.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda