Cinta Karena Terpaksa? - Sukadi.net

October 6, 2011

Cinta Karena Terpaksa?

Diluar konteks ini cerita benar atau hanya fiksi, yang pasti sangat memprihatinkan. Walau dalam nyatanya pasti ada alasan pernikahan semacam ini, tapi tak sepantasnya itu diutarakan pada orang lain dengan sepengetahuan pasangan. Apalagi sudah ada buah hati, itu bisa menjadi alasan yang lebih kuat untuk bisa menumbuhkan rasa cinta, meski awalnya "cinta" itu seolah-oleh hanya "terpaksa".

Masing-msing orang telah menentukan pilihan, dan dalam setiap pilihan pasti diikuti dengan konsekuensi, apapun keputusannya, semoga itu yang terbaik bagi semua pihak, walau pastinya ada yang bakal dirugikan.

Demikian komentar saya dalam postingan Obrolan Blogger: Sepenggal Cerita Darinya, seperti saya kutip berikut ini:

Istriku,
Setelah kau sampaikan pada dia, bahwa dirimu menikah hanya karena terpaksa
karena faktor usia dan sudut pandang orang lain, aku sangat kecewa

Dan yang paling menyedihkan 'kalimat' itu tersampaikan melalui phone dan aku tepat disampingmu.

Uff....!!!
aku hanya bisa hela nafas yang ga' jelas
Kusadar benar bila malam itu kuledak'an marahku
pasti hanya akan bangunkan anak-anak juga Ibumu
dan tak selesaikan masalah
Meledak'an amarah hanya tindakan anak kecil.

Begitu kaget banget dan terpukulnya
antara rasa marah, kecewa dan harubiru lainnya
menyeruak hebat, bergelegak hantam nurani ini

Kenapa juga baru kau sampaikan saat mereka sudah pada lahir dan mulai besar ini ?
Kenapa tidak kau sampaikan fakta itu sebelum kita sama-sama sepakat untuk hidup berumah tangga ?
Hebat !!! Kesemuanya begitu halus hingga tak terasa.

Istriku, kali ini ...
rumah tangga rasanya hanya seperti jalani rutinitas dengan dasar keterpaksaan atas sebuah kewajiban untuk besarkan anak-anak saja.

Aku sungguh tak bisa fahami juga menerima kenyataan ini
sekelebat aku sudah berencana, bahwa aku harus bisa sendiri
dan akan kubuktikan padamu, bahwa tanpa kamupun aku bisa besarkan mereka
walo hanya sepenggal kasih sayang dan cinta ini kepadanya
sekaligus buktikan bahwa aku sangat mencintai kalian semua.

Istriku,
Fakta ini begitu kuat tertancap hingga kerelung kisi hati
Tapi ya sudahlah.

Diantara diam dan semakin membeku rasa ini
juga mata dan fikiran yang kian 'nanar'.
aku ucapkan banyak terima kasih : atas selama waktu yang terjalani bersamamu
dan biarlah itu menjadi sebagian warna hidupku

Bila diamku kau pandang itu menerima keadaan, itu keliru
aku hanya tak ingin 'ribut dan berselisih faham' didepan anak-anak
Nanti biarlah aku akan bicara kepada anak-anak
terakui sangat sulit karena mata mereka begitu polosnya dan jelas ini akan melukai
belum lagi side effect yang akan membekas tak terukur bersama waktu yang akan mendewasakan mereka.
(maaf ayah....nak !)

Pesenku :
jalanlah bersama anganmu yang sempat terpenggal itu
bila itu mampu membuatmu bahagia atau minimal obsesi itu tercicipi olehmu
dan aku hanya akan menengok jejak anak-anak hingga kelak mereka dewasa

Ya Allah, yang mampu membolak balikan sebuah keadaan
kuserahkan seluruh ketentuan ini pada MU

Itu yang dia sampaikan kepadaku tadi malam
maaf bila aku tak mampu bicara melihat ceritamu

Banyak kumerenung cermati itu satu persatu kalimatmu
hingga hanya untuk tidur menjadi sulit : apa yang akan terjadi nantinya ?.

Saya kurang tahu, apakah itu cerita nyata atau hanya fiksi, tapi saya pikir pernikahan dengan alasan karena "terpaksa" pasti ada juga nyatanya. Namun demikian, bukan berarti pernikahan yang awalnya hanya terpaksa dan berdasar pada sudut pandang orang lain itu lantas menjadikan sebuah alasan untuk berpisah, apalagi sudah ada anak-anak yang mulai beranjak besar.

Kalau pertimbangannya hanya karena masa lalu, saya pikir itu kurang adil, karena bagaimanapun juga pada awal memustuskan pasti sudah mengetahui "efek" yang bakal ditimbulkan. Kalau dirasakan, yang dominan dalam putusan ini adalah rasa egois yang berlebihan, orientasi yang "salah", dan pemilihan waktu yang kurang tepat.

Saya bicara disini bukan karena saya pandai, tidak bermaksud menasehati atau menggurui, semua timbul dari sudut pandang dan pemahaman saya pribadi. Karena secara pengalaman berumah tangga saya baru seumur jagung, dan belum bisa menjadi tolak ukur untuk melemparkan pendapat yang mungkin bisa dipertimbangkan. Namun, dari sejengkal waktu yang sudah saya lewati dalam berumah tangga, saya sudah merasakan dinamika ber-rumah tangga, dalam sebuah awal yang pastinya butuh mental yang kuat, karena masa lalu masih begitu dominan dalam pengaruh.

Ada pepatah jawa yang mengatakan: witing tresno jalaran soko kulino, yang kurang lebih bermakna bahwa cinta itu tumbuh karena terbiasa. Meski demikian, setiap hati pasti punya tolak ukur dan sudut pandang yang berbeda dalam 'menyuburkan lahan' guna menumbuhkan rasa cinta itu. Dan semua kembali pada diri masing-masing, seperti halnya tanaman, tak selamanya dia bisa tumbuh karena memang banyak faktor yang mempengaruhinya, tapi tak berarti tidak bisa tumbuh, bukan?. Bagaimana pendapat Anda?

Bagikan artikel ini

24 comments

  1. Itu yang dia sampaikan kepadaku tadi malam
    maaf bila aku tak mampu bicara melihat ceritamu

    Banyak kumerenung cermati itu satu persatu kalimatmu
    hingga hanya untuk tidur menjadi sulit : apa yang akan terjadi nantinya ?.

    2 kalimat di atas berarti dari istri yah?
    cuma gak bisa tidur? HEBAT!!!
    terlepas dari fiksi atau nyata, aku bisa pahami bagaimana rasanya bila berada pada posisi si suami.

    moga ada jalan keliar terbaik.

    ReplyDelete
  2. @narti: kalau pemahaman saya, itu kata-kata seorang suami. soal fiksi atau nyata, itu yang belum saya mengerti, karena waktu saya tanyakan pada penulisnya, jawabannya juga mengambang :)

    terimakasih

    ReplyDelete
  3. betul mas..harus bisa move on, dan meninggalkan keegoisan jika ingin semuanya tetap indah.. :)

    ReplyDelete
  4. intinya pernikahan yang baik adalah pernikahan yang didasari atas dasar cinta. :)

    ReplyDelete
  5. seharusnya apapun diungkapkan secara jujur sebelum pernikahan itu berlangsung, sepahit apapun harus saling terbuka, jangan sampai dipendam sampai rumah tangga berjalan apalagi sampai hadirnya buah hati...

    ReplyDelete
  6. @windflowers: semua butuh proses, kalau menuruti hawa nafsu dan rasa egois, mungkin akhirnya tak selalu indah :)

    @NuellubiS: mungkin saja demikian, terutama rasa cinta yang sesungguhnya, bukan hanya dari sudut pandang duniawi :)

    @mabrurisirampog: mungkin demikian itu lebih baik, karena pernikahan bukanlah sebuah prosesi semata, tapi lebih dari ibadah dan sebagai penyempurna agama :)

    ReplyDelete
  7. kalau enggak cinta enggak usah memutuskan YA yo kang. ketimbang nanti menjadi bom waktu dan akan meledak sewaktu-waktu.. Duor..!

    ReplyDelete
  8. bener sob,, kehidupan rumh tangga kalo di ibaratkan seperti lahan dan tanaman tadi,, ya tinggal bagaimana masing2 personalnya tuk merawat dan memupuk rasa..walau terkadang hasilnya tdk maksimal tapi paling tdk tetap tumbuh,, dan upayakan jgn sampai mati,, rasa itu..salam sahabat skalian izin follow,,

    ReplyDelete
  9. @Lozz Akbar: iyo kang, tapi ya jangan lama-lama memutuskannya, kasihan waktu yang terlalu lama menunggu.. hehe

    @al kahfi: semua kembali pada "pengolah"-nya.. apapun hasilnya yang penting sudah berniat baik dan berusaha semampunya untuk mengolah "lahan" tersebut :)
    salam

    ReplyDelete
  10. witing tresno jalaran soko telo :D

    ReplyDelete
  11. hidup berumah tangga atau hubungan yg menuju pernikahan itu didasari oleh saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain....

    ReplyDelete
  12. kalau menurut aku,cinta tumbuh karena terbiasa.setidaknya itu yg pernah aku alami...
    salam kenal,salam sahabat
    aku follow ya??

    ReplyDelete
  13. @John Tero: manut sampeyan ae.. :D

    @NECKY: kalau misalnya karena terpaksa, jangan sauatu saat menjadikan keterpaksaan itu sebagai alasan untuk berpisah..

    @Atma muthmainna: masing-masing orng tentunya punya sudut pandang yang berbeda, mbak..
    salam kenal, salam sahabt, terimaksih sudah follow :)

    ReplyDelete
  14. cinta karena biasa itu memang ada, hehe...
    biasanya perempuan butuh waktu lebih lama untuk bisa merasakan cinta, atau menyadari bahwa itu cinta.

    ReplyDelete
  15. saya termasuk 'witing tresno jalaran soko kulino' Pak... :D

    ReplyDelete
  16. melepaskan wanita merupakan hal sulit yang dilakukan para pria sehingga cinta itu menjadi terpaksa, hanya beberapa saja yang bisa.

    ReplyDelete
  17. jangan melakukan sesuatu hal jika terpaksa, buruk akibatnya dikemudian hari. begitu kata ayah.

    ReplyDelete
  18. @Ila Rizky: mungkin juga bisa sebaliknya :)

    @afit setiadi: sukurlah, yang penting benar-benar rasa cinta :)

    @recipe book: saya pikir tidak selalu demikian, tapi enathla, semua kembali pada hati masing-masing :)

    @Muhammad Azamsyah: sepakat :)

    ReplyDelete
  19. Harusnya setelah melewati beberapa waktu berumah tangga, pasti akkan timbul rasa cinta walau awalnya 'terpaksa'...

    apalagi hingga mengorbankan buah hati, kurang bijak jika hanya berpisah krn masa lalu...

    ReplyDelete
  20. @sangterasing: menurut saya pun demikian, tap kalau menuruti ego hati, saya pikir semua tiada muara :)

    ReplyDelete
  21. Mas Sukadi. hi hi hi.....
    ck..ck..ck... jadi kaga ngira bisa begitu hebat gerak alur dari cerita melalui dirimu.
    Inti dari semua itu adalah pembelajaran, bahwa keterbukaan, komunikasi, kejujuran dan saling memahami adalah perlu dalam pernikahan yang terbangun.

    Salam

    ReplyDelete
  22. @Obrolan Blogger: he.he.. hanya sebuah kebetulan kok, dan semua kembali pada hati masing-masing.

    Salam

    ReplyDelete
  23. Sependapat dengan kalimat ini :

    Dan semua kembali pada diri masing-masing, seperti halnya tanaman, tak selamanya dia bisa tumbuh karena memang banyak faktor yang mempengaruhinya, tapi tak berarti tidak bisa tumbuh, bukan... ya semua kembali bagaimana kita mau menyikapinya.

    Salam

    ReplyDelete
  24. hubungan serasa lebih indah jika saling mencintai, bukan karena terpaksa :)

    ReplyDelete