BBM: Benar-Benar Meresahkan
Ngelantur Soal Rencana Kenaikan Harga BBM
BBM lagi-lagi soal BBM, bukan soal Blackberry, tapi perihal bahan bakar yang katanya akan naik harganya di bulan April ini. Meski baru sebatas rencana, namun imbasnya sudah mulai terasa, bahan kebutuhan pokok sudah ada yang mulai naik, dan tentunya sebagian lain sudah ancang-ancang untuk melonjak pula harganya.
Seorang teman bercerita kepada saya, katanya saat beli bensin di pengecer harganya sudah enam ribu rupiah, padahal, normalnya harga bensin di pengecer hanya lima ribu rupiah. Baru rencana saja harganya sudah di naikkan, bagaimana kalau benar-benar jadi naik?.
Sebenarnya sudah lama menjadi sebuah "tradisi" kalau naiknya harga BBM menjadi pro dan kontra, jangankan benar-benar naik, baru sebatas rencana saja sudah menimbulkan keresahan. Saya kira sangat wajar bila terjadi demonstrasi di banyak tempat, karena berapapun naiknya, tetap saja itu memberatkan. Kenaikan harga BBM merupakan sebuah alasan untuk semua barang ikut melonjak harganya.
Misalkan saja harga BBM tidak jadi naik, itu patut di sukuri, sebuah kebijakan kalau hasilnya tidak berimbang dengan dampaknya saya pikir itu tidaklah menjadi sesuatu yang bijak. Tapi, bila nantinya harga BBM benar-benar jadi naik, ya terima saja, meskipun dengan berat hati. Sudah terbiasa dengan kebijakan yang rasa-rasanya kurang bijak.
Dengar-dengar, bila BBM nanti naik, akan ada subsidi bagai rakyat miskin, bisa jadi nantinya akan di buat model BLT. Kemudian, andaikan saja ada model subsidi seperti BLT, saya anggap itu hanya sebuah virus buruk, yang akan menjadikan pola pikir (sebagian penerima) menjadi berubah malas. Lagian, saya merasa itu hanya sebuah "pembodohan", apa artinya uang (misalnya) seratus ribu bila dibandingkan dengan kenaikan kebutuhan hidup yang bila di nominalkan berlipat dari nilai subsidi tersebut.
Sebuah pengalaman, ketika sekarang banyak masyarakat yang berfikir kalau uang dari pemerintah itu sifatnya cuma-cuma, dan tidak perlu mengembalikan. Kemudian dalam sebuah program simpan pinjam dari dana bantuan juga, masyarakat banyak yang berfikir kalau itu sama-sama bantuan pemerintah dan tidak perlu di kembalikan. Belum lagi soal timbulnya "jiwa miskin" dari sebagian orang yang rela di miskinkan asal mendapat jatah uang yang tak seberapa tersebut.
Kembali lagi ke rencana kenaikan harga BBM, mungkin rakyat kecil seperti saya hanya bisa ikut setiap keputusan yang di buat pemerintah, meskipun dengan (sangat) berat hati. Dan sebenarnya, saya berharap harga BBM tak jadi naik.
23 comments for "BBM: Benar-Benar Meresahkan"
Banyak yang beranggapan seperti itu, benar-tidaknya tetap saja kita "harus" nurut sebagai rakyat kecil. Bijak-tak bijak, tetap saja disebutnya "kebijakan". Semoga saja harga BBM tidak jadi naik.
sisi buruknya,..... ya ini yang sulit,.... pasti sulit :(
klo pemerintah amerika sono,
njahatin negara lain demi kesejahteraan warga negaranya,
lah klo pemerintah endonesia,
aaaah...
No comment sajalah...
Itu kata pemerintah loch. Ga tau kalo kata negara sendiri. Btw, kapan ya negara pernah diuntungkan dengan persoalan BBM?
@Richie Dellan: Lebih rugi lagi kalau uang negara di korupsi. Kalau tanya kapan, mengutip judul lagu koes plus, jawbannya 'kapan-kapan':(
@ysalma: tidak usah bingung, nanti kasian kalau tersesat :D
Satu sisi mungkin itu dianggap perlu oleh suatu perusahaan yg sedang membutuhkan kenaiakan utk kestabilannya, lain sisi kita smua menjerit walau akhirnya pasrah terkapar tak berdaya menerima keadaan ini...
Akhirnya terbiasa....
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
@giewahyudi: hmm... semoga saja tidak :)
@Sugeng: semoga ke khawatirannya tidak terjadi, Pak.
Salam