Kagalauan Kang Gendon
Setelah menyaksikan berita demonstrasi di televisi, Kang Gendon merenung, terdiam seorang diri di teras rumahnya. Ada kecemasan yang tergambar di raut wajahnya, dia merasa kewalahan menghadapi kegelisahan tentang adanya rencana kenaikan harga BBM.
Kang Gendon tak habis fikir, untuk sekian kalinya dia merasa menjadi "korban" dari sebuah kebijakan, atau lebih tepatnya menjadi "tumbal" rencana sebuah kebijakan. Ya, rencana kenaikan harga BBM perlahan mulai terasa dampaknya, harga-harga sudah ada yang mulai di naikkan, mungkin penjual tidak mau merugi terlalu banyak kalau nantinya BBM benar-benar naik, akhirnya mereka berspekulasi dengan menaikkan harga, meski kenaikan harga BBM belum resmi. Baru sebatas rencana saja sudah berimbas, apalagi kalau benar-benar naik.
Kang Gendon menyesalkan kenapa harus ada rencana kenaikan BBM, karena memang dampaknya akan sangat besar. Apapun alasannya, dia tetap kurang setuju, betapa rakyat kecil sekarang ini banyak yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, kalau sampai benar-benar naik, apa jadi nantinya. Kalau misalnya saja negara tak ingin banyak merugi, mungkin bisa di cari solusi yang lain, atau mendingan para koruptor di sikat habis, hartanya di sita dan di masukkan kas negara saja, karena mereka juga menjadi sumber kerugian negara.
Nampak Kang Gendon membuka selembar kertas yang sedari tadi dipeganginya, ya, sebuah surat yang rencananya mau di kirimkan buat Pak Presiden. Surat tersebut belum selesai di tulis, Kang Gendon merasa bingung harus menulis apa. Dia teringat saat dulu pernah menulis surat buat Nurdin Halid, tapi tetap saja dia seperti kehilangan kata-kata, pada paragraf ketiga Kang Gendon terhenti. Dua paragraf yang dia tulis belum bisa mewakili perasaannya, belum mampu menumpahkan segala uneg-unegnya. Dan dia baca kembali apa yang sudah dia tuliskan, berharap ada kata-kata yang akan muncul lagi:
Kepada YTH,Bapak PresidenBapak Presiden, atas nama pribadi atau atas nama rakyat yang sependapat dengan saya, dengan tidak mengurangi rasa hormat, mbok harga BBM jangan di naikkan. Kami merasa keberatan, dengan kondisi sekarang saja kami harus berjuang keras untuk mempertahankan kehidupan kami, kalau harga BBM naik, tak terbayangkan nanti jadinya.Bapak Presiden, kalau misalnya yang naik hanya harga BBM saja, mungkin bagi kami tidak terlalu masalah, tapi tidak ada yang berani menjamin bahwa harga-harga kebutuhan hidup kami tidak ikut naik. Jadi, bukan masalah kami keberatan dengan harga BBM yang naik, tapi yang kami beratkan adalah kebutuhan hidup yang semakin berat karena harga-harga kebutuhan hidup pasti juga turut naik.Bapak Presiden, kami percaya, bahwa apa yang direncanakan ini demi negara, demi kami rakyat Indonesia, tapi apa tidak ada solusi lain?. Maaf, Pak, sebenarnya...
Kemudian tak ada kata lagi yang mampu tertuang, Kang Gendon pasrah, surat yang hendak di kirim itu pun akhirnya di sobek-sobek, dia berfikir semua akan percuma, lagian dia juga bingung nantinya mau dialamatkan kemana. Dia berharap, apapun nanti keputusannya, semoga itu benar-benar demi kepentingan bangsa dan negara. Soal rasa kecewa, itu sebuah kewajaran, soal apa dan bagaimana, Kang Gendon hanya pasrah saja.
Kang Gendon melangkah masuk ke rumah, sobekan surat yang hendak dia tulis pun masih dalam genggamannya, sebelum menutup pintu rumahnya, terdengar dia berucap: Gusti Allah mboten sare...
14 comments for "Kagalauan Kang Gendon"
"April Mooooop...."
:D
Mungkin dinaikan krn ada batasan oleh pihak POM utk pengecer pa ya?... :)